_Anak Basket Gila VS Penghalal Segala Cara_
“Dum, kamu paling suka band apa? Yang luar negeri?” kubuka perbincangan di antara kami berdua.
Yudha_Bima_Mike sudah sampai di kelasnya. Hanya kami berdua yang kini melenggang menuju kelas kami.
“Hm? Oh, aku suka semua band metal, apalagi A7X. Dan satu lagi, Westlife.” Jawabnya santai.
“Waah, selera kamu sama kaya aku.. Kamu Sevenfoldism juga, ya?” aku memberikan tos kepadanya, dan dibalasnya.
Ia mengangguk singkat.
“Bentar, bentar, Dum. Berhenti dulu.” Tahanku, menggenggam pergelangan tangannya supaya ia tidak melangkah lebih jauh lagi.
Jelas terlihat bahwa ia kaget.
“Ada yang ketinggalan, Mot?”
“Enggak. Cuma.. hapeku geter. Tungguin, aku bales SMS dulu..” jawabku, membuka BlackBerry tersayangku.
“Sambil jalan aja yok… aku takut telat, nih. Dikit lagi juga nyampe kok, Mot.” Ajaknya seraya menarik pergelangan tanganku.
Ku angkat kepalaku. Oh, kelas 7B tercinta sudah dekat.
“Oke, ayo.”
Ku buka SMS yang baru masuk ini, nomor tak dikenal.
Klo mrsa nma km Echa & warga 7B, silahkan temui aq d toilet, pulang skul. Ngg dteng, brarti km CEMEN. Inget, toilet plg skul.
“Dum, coba kamu baca, deh.” Ku serahkan Handphone mungil nan tersayangku kepadanya.
“Assalamu’alaikum… SMS macem gini enaknya ditanggepin nggak, Dum?” Aku mengucap salam kepada seluruh penghuni kelas dan segera menghempaskan tubuhku ke bangku baruku.
Dan teman-teman 7B yang—alhamdulillah—seluruhnya Muslim pun menjawab salamku.
“Whatever kamunya aja sih, Mot. Kalo kamu nganggep serius ya datengin aja. Kalo nggak ya nggak usah. Ikuti kata hatimu aja, Mot. Ada kemungkinan juga kan , tu cewek cuma gertak sambel doang?” Indra memberi saran.
“Oke Dum, thanks banget, ya.” Senyum pun mengembang di wajahku.
“Eh, Dum, pinjem HP kamu dong. Boleh?” pintaku.
“Dengan senang hati.” Indra memberikan HP-nya kepadaku.
“Eh, Dum, ada SMS. Kok ngga dibuka?” tanyaku.
“Oh, nggak kerasa Mot. Abis, hp-nya aku silent,” jelasnya. “Buka aja, ngga papa.”
Kalo merasa km Indra kelas 7B, cpet temui ak di toilet pria, plg skul. Ngg dateng brarti kamu bkn cwo sejati. Inget itu!
Sontak aku & Indra saling bertatap muka, kebingungan.
“Wah, Dum, kayanya ada yang ngga beres, nih.”
“Udah Mot, mending kita samperin aja mereka. Aku penasaran.” Indra tetep memerintahkanku untuk mendatangi ‘orang aneh’ itu.
Aku pun hanya bisa mengiyakan meskipun sebenarnya aku kebingungan.
***
“Yok, Dum.” Ajakku.
Waktu sekolah sudah habis dan ini tandanya aku akan segera bertemu dengan orang misterius tersebut.
“Bentar, Mot. Aku masih beresin tas.”
Setelah Indra siap, kami pun segera menuju ke toilet pria dan wanita yang bersebelahan.
“Good luck ya, Mot.” Ucap Indra sebelum kami memasuki toilet.
“You too.”
Perlahan tapi pasti, aku mulai memasuki toilet wanita. Mencari-cari, kira-kira siapakah gerangan yang tadi mengajakku bertemu di sini?
“Haloo, ada orang di sini?” seruku, hingga suaraku bergema di toilet sekolahku tercinta ini.
Plok.. Plok.. Plok…. Terdengar beberapa tepukan tangan. Sontak aku menoleh.
“Lo.. Dea? Tita? Nina? Donna? Anak 7A, kan ?” tanyaku kaget, di saat genting seperti ini, “gue-lo”-ku keluar lagi.
Seingatku, mereka KETUA di fans club-nya Bima. Ada apa sih, mereka mau ngapain?
“Iya. Ternyata kamu punya nyali juga, ya. Nggak cuma asal ngomong.” Dengan sangat-sangat-sangat belagu, (melebihi belagunya Mike) Dea menjawab.
Keempat anak ini cantik, sayangnya nyebelin. Rese’.
“Loe semua.. mo ngapain gue?” darahku berdesir, merasakan hal yang tidak wajar akan terjadi.
Tiba-tiba Tita mendorongku hingga badanku menempel dengan dinding toilet.
“Kamu ini siapa sih, hah? Anak baru yang BELAGU. Berani-beraninya kamu deket-deket Bima. KECENTILAN banget sih?” seru Nina.
Oh, ternyata masalah Bima.. Kirain apaan…
“Oh, itu.. Gue sahabatnya Bima. Kenapa? Have a problem?” tanyaku sinis, cuek.
Males banget ngeladeni hal-hal nggak penting kaya gini.
“Tapi kita semua nggak suka ya, sama sikap kamu yang SOK KECENTILAN itu!” pekik Donna.
“Ih, siapa yang kecentilan sama Bima? Kok gue? Bukannya lo-lo semua ya? Gue nggak minat tuh, sama BIMA!” seruku nggak kalah keras.
“Oh,, kamu mulai belagu, ya.. berani sama kita..” Dea mulai lagi.
“Rese’ loe semua! Beraninya keroyokan! Emang loe kira gue takut, apa? ENGGAK!” bentakku garang.
“Nin, siapin senjata kita..” Tita memerintah.
Sontak Nina mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya. Pewarna rambut permanen. Mereka berempat mengocok-kocokkan kalengnya, dan siap-siap menyemprotkannya ke arahku. Karena merasa ada sinyal nggak enak, aku mulai siap kuda-kuda.
Gini-gini, aku sudah memakai sabuk biru di persatuan karate yang aku ikuti. Hitung-hitung untuk menjaga diri.
Kulihat tangan Donna sudah siap menyemprotkan pewarna rambut permanennya ke arahku. Sontak, aku memelintir tangannya dan ku ambil pewarnanya.
“Kamu berani, ya!” Dea mulai meledak.
Saat ingin menyemprotkan pewarnanya, aku menunduk dan pewarna itu mengenai kepala Tita. Aku ingin tertawa terbahak-bahak melihatnya. Akhirnya, keempat anak itu sibuk dengan rambut Tita.
Aku merampas semua pewarna rambutnya. Ku semprotkan saja kepada keempat anak itu. Rambut mereka jadi warna-warni: biru, merah, kuning, hijau. Kaya pelangi.
Hehehe… sontak mereka menjerit keras dan memegangi rambutnya.
“Masa bodo. Nikmatin tu RAMBUT PELANGI. Makanya jangan rese’ jadi orang, jangan belagu sama gue! Ngerti loe!” gertakku keras.
Ingin meledak saja rasanya. Aku pun beranjak meninggalkan mereka.
“Oh iya,” aku berbalik. “Kalian cantik banget, foto dulu dong….”
Ku ambil BB-ku dan ku potret mereka menggunakan kameranya. Dengan beberapa kali jepretan, aku sudah merasa puas.
“Mading besok kayanya seru, nih.” Celetukku usil, namun serius.
“JANGAN, CHA!” seru mereka keras, memohon.
“Bodo amat,.” Nggak peduli, ku cibirkan bibirku.
Aku pun beranjak keluar dari toilet wanita, tertawa terbahak-bahak. Ternyata, di luar toilet wanita, semua anggota ABG sudah berkumpul.
“Nunggu aku?” tanyaku bingung.
“Iya, kita tahu semuanya dari Indra.” Jawab Bima.
“Kalo gitu, ke rumah aku aja yuk! Aku mau cerita banyak! Please..” mohonku.
Mereka semua setuju.
***
Aku selesai menceritakan semuanya dan memperlihatkan foto keempat cewek fans Bima tadi. Semuanya terpingkal-pingkal hingga sakit perut, paling parah tentunya Bima.
Lalu giliran Indra yang bercerita. Ternyata tadi dia diajak bertemu oleh AKBAR. Tiba-tiba, Akbar melayangkan sebuah bogem mentah. Beruntung, Indra sudah menguasai karate. Ia menangkisnya. Akbar terus-terusan menggila dan Indra juga terus-terusan menangkisnya.
“Kenapa kamu tangkis terus, Dum? Kenapa nggak kamu bales pukulan ato tendangan aja?” penasaran, aku bertanya.
“Nggak tega, Mot.” Jawabnya santai, tersenyum lembut.
Ya Allah, baik banget siiiiih..? Kembali ke cerita Indra, setelah lelah memukul dan tetap dapat ditangkis, Akbar menyerah. “Ini belum selesai, Ndra.” Akbar bilang gitu.
Kita semua terheran-heran dengan apa yang barusan terjadi.
“Apa mungkin ya, keempat cewek itu plus Akbar kerja sama buat ngehancurin kita? Cewek-cewek dendam sama Motcu, Akbar dendam sama Radum.. trus, ada kemungkinan kan , kalo mereka berniat ngehancurin kita? ABG.?” Yudha mulai menganalisis.
“Hmm, emang mungkin sih… Masuk akal.. So, kita harus ekstra hati-hati nih. Kita harus saling percaya, dan jangan kemakan omongan yang nggak jelas. Jangan sampe kita diadu domba atau semacamnya. Kita harus saling percaya biar kita bisa terus bertahan. Deal?” celetuk Mike.
“A Be Gee…” Indra lebih dulu meletakkan punggung tangannya.
Aku, Bima, Yudha, terakhir Mike.
ANAK BASKET GILAA!” pekik kami keras.
“Mot, sekarang tanggal berapa, sih?” tiba-tiba Indra bertanya, memecah keheningan.
Kami berlima awalnya sibuk dengan urusan pribadi.
Mike main PS-ku, Bima main laptop-ku, Yudha dengerin MP4-ku, aku SMS-an, dan Indra main PSP-ku.
“Ehm, ehm! Cieee..” tiba-tiba Mike mulai rese’.
“Ngapain?” bentakku garang.
“Mesra banget.. Cuma tanya tanggal aja ke Motcu, nggak ke kita-kita..” sahut Bima.
Sontak, Yudha_Bima_Mike terbahak-bahak dan berhigh-five ria.
“Sialan!” umpatku seraya melempar bantal ke Yudha, guling ke Bima, dan headset ke Mike.
“Wih, cantik-cantik nyeremin juga ya, ternyata.” Celetuk Indra yang sontak membuatku kaget.
“Uhuk, uhuk! Ehm! Cieee..” ketiga cowok rese’ itu berisik lagi.
“Berisik lagi, gue tendang mental ke Eropa loe!” ancamku.
“Loe juga, Ndra. Nggak usah rese’!” bentakku.
“Sekarang tanggal 10 Mei 2011.” lanjutku sinis.
“Gue-lo nya keluar…” cibir Indra.
“Kamu PMS, Mot? Judes banget.” Tanya Yudha, rese’.
“Nggak PMS aja judesnya minta ampun, apalagi kalo PMS. Tuhaan..” celetuk Bima usil.
“Cewek, cewek.. Anehnya dikau..” sahut Mike.
“Emang apa urusannya sama loe, Ndra? Kalo iya kenapa, Yudh? Kurang ajar loe, Bim. Emangnya cowok ngga aneh gitu, Mike? Sama aja! Loe semua, bikin gue stress, ngerti nggak!!” bentakku seraya keluar dari kamar, membanting pintu kamar.
Bad mood banget sama cowok-cowok nyebelin itu.
“Yah, ngambek dia..” sesal Indra.
Sontak kamar pun kembali ramai oleh “cie-cie”.
***
“Hai, aku balik lagii!” seruku, membuka pintu kamarku.
Kali ini, raut wajahku benar-benar sumringah, nggak kaya tadi.
Badmoodnya sudah lenyap.
“Horee, Motcu udah baik lagii! Nggak cemberut lagii!” kamar langsung sesak sama suara-suara cempreng yang teriak-teriak nggak jelas.
“Oh iya Ndra, kamu tadi ngapain tanya-tanya tanggal?” tanyaku, kali ini ramah.
Ku ambil stick PS-ku dan memaksa Mike untuk ikut main PS bersamanya.
“Ehm, ehm.” Mike batuk-batuk dengan sengaja, menggoda.
Meskipun pelan tetapi aku sedang berada tepat di sebelahnya. Haloo, separah apapun telingaku, nggak mungkin nggak denger kalo posisinya kaya gini. Sontak aku pun memelototinya.
“Nggak, nggak papa kok Mot. Cuma tanya tanggal buat jadiin hari ini hari jadinya ABG. Bener, kan ?” Indra menjelaskan.
“Oh, iya ya. 10 Mei 2011.” Ku eja tanggal tersebut.
“Semoga bertahan lama.” Bima berdoa dan diamini oleh yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar